Rabu, 28 November 2012

Penanganan Pertumbuhan Karet Pada Lahan Berbukit

Penanganan pada masa pertumbuhan karet, pada masa petumbuhan umur dibawah lima tahun sama seperti merawat seorang bayi, dimana harus selalu di perhatikan secara detil, masa dibawah 1 tahun adalah masa yg sangat renta terhadap segala kondisi lahan, hama babi atau pun angin.

Hama babi harus dapat kita diteksi sejak awal, apakah lahan tersebut masih banyak terdapat babi karena serang babi tersebut dapat datang sewaktu waktu dan dengan sekejap babi dapat merusak lahat dengan luas berhektar hektar. Kendalikan hama babi tersebut sebelum kebun kita di rusak olehnya.

Dimusim kemarau tidak kalah pentingnya bagi kita untuk memantau keadaan pohon karet kita yang masih sangat muda tersebut, biasanya di musim kemaru tersebut angin bertiup sangat kencang sehingga tak jarang pohon pohon karet tersebut mengalami patah batang, hal ini terutama pada lahan lahan yang berbukit atau tidak datar. Antisipasi harus segera dilakukan dengan cara memberikan cokok/ sandaran/ topangan agar pohon tersebut tidak mengalami patah barang.

Perawantan yang baik menentukan hasil di kemudian hari.

Senin, 06 Agustus 2012

Petani Jangan Tanggung-Tanggung


Apa yang terjadi pada petani Indonesia adalah sebuat fenomena yang tidak telepas dari sebuat kehidupan para petani yang selalu di gembar gemborkan menduduki kehidupan ekonomi yang mudah sekali jatuh dan sulit sekali untuk beranjak naik. Hingar bingarnya roda perekomian tidak serta merta mengikut sertakan petani Indonesia sebagai salah satu pemain dalam perekonomian di negeri ini. Justru sebaliknya betapa petani selalu menjadi korban dari pada hingar bingarnya kemajuan perekonomian, dari mulai menjadi korban ulah para pedagang pupuk, belum lagi ulah para pembeli hasil pertanian, serta ulah para importir yang sering membuat banjir barang yang berdampak turunya harga, apalagi kebijakan kebijakan pemerintah yang terkadang membuat petani semakin terjepit.

Petani adalah seolah bagaikan mimpi buruk, sehingga membuat orang enggan atau sangat takut untuk bermimpi menjadi petani. Hampir tak terpikirkan oleh banyak orang indahnya menjadi petani, sekalipun orang itu mempunyai modal yang besar. mimpi buruk ini terus berlangsung sampai turun temurun sehingga sampai pada generasi sekarang ini predikat petani sangat mengerikan untuk dipikirkan.

Petani menurut saya tidak seperti pandangan orang pada umumnya, terdapat skema petani yang harus di pisah yang kemudian dapat dijadikan sebagai jenjang level, seperti level level pada bidang yang lain. Skema ini  dapat memberikan arah dan tujuan para petani agar mimpi buruk tersebut dapat terurai menjadi sebua mimpi yang penuh pengharapan yang indah. Level ini mungkin sudah ada sejak jaman kerajaan kerajaan di Indonesia. Namun level ini pada jaman kerajaan adalah hanya untuk memisahkan atau untuk membuat jurang jurang pemisah dalam tatanan sosial eksklusif masyarakat di jaman itu, yang notabone nya sangan tidak sesuai dengan kaidah masa kini. Sayangnya hal yang di rasa buruk oleh orang modern sekarang ini level tersebut tidak digali sebagai sebuah konsep yang positif namun terus di tenggelamkan dengan pandangan pandangan yang selalu mendokrtin kita sebagai sesuatu yang tidak pantas atau salah. Tenggelamnya sebuah level pada golongan masyarakat petani ini sebenarnya bisa di tarik sebuah konsep negatif yang tidak perlu di buang atau di diskreditkan.

Level yang terendah adalah level penggarap, petani penggarap yang tidak mempunyai lahan. Sehingga hanya sebagai penggarap dengan sestim bagi hasil atau sewa lahan. Di titik inilah petani atau karier seorang petani berada pada tingkat paling bawah, pada posisi ini seorang petani harus dapat meningkatakan kwalitas levelnya agar dapat naik tingkatan level berikutnya. Seperti seorang karyawan dengan tingkatan buruh atau operotor harus dapat meningkatkan jenjang kariernya.

Level yang di tengah adalah level sudah memiliki lahan namun tidak luas, di bawah 2 hektar. Petani pada level ini menggarap lahannya sendiri. Di titik ini petani tidak tidak lagi terombang ambing oleh kontrak atau sewa lahan yang terkadang di putus oleh pemiliknya, akan tetapi pada level ini petani belum dirasa tepat apabila lahanya diolah oleh penggarap jadi petani pada level ini masih harus mengarap lahanya dengan sendiri,pada level ini pula petani sudah tidak mengeluarkan lagi ongkos untuk lahan yang harus di bayarkan per periode atau perpanen. Seperti pada level sebelumnya seorang petani pada level ini haruslah dapat meningkatkan jenjangnya pada level yang lebih tinggi.

Level yang atas adalah petani yang sudah memiliki lahan yang luas, diatas 2 hektar dan bahkan petani pada level ini sudah tida bisa mengolah lahanya sendirian, petani pada level ini sudah membutuhkan bantuan alat-alat pertanian yang lebih moderan dan bermesin, bahkan pada level ini petani sudah harus mempunyai karyawan atau penggarap untuk mengelola lahanya. Pada tinggkatan inilah mimpi seorang petani akan terasa indah sekali dan tahapan untuk menuju level ini tidak lah mudah, sangat sulit sulit sekali butuh perjuangan dan keprihatinan, yang itu bukanlah hal yang tidak lazim tapi adalah suatu usaha yang harus dilakuan pada setiap bidang baik itu bidang karier pekerjaan, dan bidang usaha lainnya.

Jadilah petani  jangan tanggung tanggung, jadi petani singkong kalau lahanya puluhan hektar ratusan juta sekali panen, jadi petani karet, sawit, padi, jagung dan petani apapun jika lahanya berpuluhan hektar makan mimpi itu akan terasa sangat indah sekali. Tapi sebuat kata bijak mengatakan, banyaklah orang yang mendaki gunung tetapi  sedikitlah yang dapat mencapai puncaknya. salam..

Kamis, 19 Juli 2012

Terpuruknya Petani Karet

 
Petani karet pada umumnya  salalu dalam garis kehidupan ekonomi yang sangat rentan terhadap kekurangan hidup layak. Dari banyak pemberitaan tentang petani sebagian besar atau bahkan hampir semuanya adalah tentang penderitaan ekonomi para petani. Hampir tidak ada pemberitaan tentang petani yang berkeridupan ekonomi yang baik. Kondisi petani yang seperti sekarang ini akan semakin turun keadaan perekonomianya seiring dengan waktu. Hal ini tidak dapat dipungkiri dan adalah suatu kenyataan dalam dunia pertanian yang terjadi di Indonesia.

Seiring dengan perjalanan waktu  fenomena yang terjadi banyak sekali kaum muda atau generasi penerus yang enggan untuk menyandang gelar petani, hal ini di sebabkan gelar tersebut sudah tidak lagi populer bahkan identik dengan kehidupan perekonomian rendah. Sudah pasti hal ini bukanlah suatu penafsiran yang salah oleh para kaum muda, akan tetapi adalah sebuah kenyataan yang mereka rasakan. Jika hanya dengan selogan selogan kosong yang di kumandangkan oleh beberapa instansi pemerintahaan untuk merubah pandangan para kaum muda tentang bahwa kehidupan desa yang juga tak kalah menjanjikan dengan kehidupan di perkotaan tidaklah efektif.

Lalu apa sebenarnya yang sedang terjadi pada petani Indonesia sehingga petani Indonesia sebagian besar menempati garis bawah pada perekonomian mereka ?. Banyak sekali faktor yang membuat hal tersebut terjadi. Hal ini terjadi seperti bola salju yang sekarang ini semakin terlihat semakin membesar dan sangat mengerikan. Beberapa faktor tersebut di antaranya adalah pertama ketika para petani Indonesia tidak mempunyai kemampuan dalam hal managemen keuangan, sangat minimnya kesadaran dalam mengelola keuangan rumah tangga ini yang terkadang menjerat para petani itu sendiri, dan bahkan para tengkulak dengan sistem ijonya datang seolah bagaikan dewa penyelamat bagi para petani yang gampang sekali tergiur oleh keinginan keinginan yang mungkin belum waktunya untuk di penuhi, lebih jelasnya untuk memenuhi keinginannya para petani hanya punya satu pola fikir yaitu berhutang ketimbang menabung (mengumpulkan/menyisihkan) hasil panenya. Dari pola hidup yang seperti inilah berawal para petani mulai terperangkap oleh jaring laba laba para tengkulak yang pada mulanya menawarkan kebaikan dengan sistem ijon. Kedua adalah tidak adanya kemampuan para petani untuk mengembangkan lahanya dari satu menjadi 2 dari dua menjadi 3 dan seterusnya, bahkan yang terjadi adalah lahan yang mereka miliki berangsur berkurang dan terkadang habis sama sekali, apakah dibagi untuk di wariskan atau di jual untuk memenuhi keinginan atau untuk membayar hutang. Yang ketiga, harga yang terkadang tidak memihak pada petani sangat membuat petani semakin terperosok dalam kemiskinan ketika para tengkulak mempermainkan harga petani tidak dapat berbuat apa-apa, hal ini yang sangat tidak berprikemanusiaan dimana tengkulak dapat untung besar sementara petani dapat untung pas pasan.

Perlu adanya penyuluhan dan pendampingan agar petani Indonesia menjadi petani yang tangguh dan mandiri. Selama petani tidak berubah dalam pola fikirnya dan tidak adanya pendampingan dalam merubah pola fikir tersebut sungguh hampir bisa dikatakan tidak mungkin para petani akan menjadi petani yang kuat dan mandiri. Pola fikir tersebut dirubah melalui pencerahan penyuluhan penerangan yang di lakukan secara terus menerus sampai para petani benar-benar merubah pola fikirnya. Dan tidak cukup hanya dengan pencerahan tapi juga harus dengan pendampingan karena tanpa pendampingan petani tidak akan dapat berbuat banyak ketika terdesak oleh keinginan kebutuhan dan permainan harga. Pencerahan dan pendampingan ini harus di lakukan sampai para petani benar-benar mempunyai kekuatan dalam mengelola keuangan rumah tangga sehingga pada saatnya nanti petani dapat menguasai harga hasil panennya.

Siapakah yang harus memulai ? kita semua dapat memulainya dari para petani itu sendiri, LSM, Pemerintah daerah, Paguyuban petani, Perkumpulan petani, Koperasi pentani dan sebagainya. Semua dapat berperan asal kita semua sadar bahwa sebenarnya petani adalah bukan sapi perahan para tengkulak, tetapi petani sesungguhnya dapat hidup dengan tingkat ekonomi yang tinggi.

 

Rabu, 27 Juni 2012

Bekerja dan merintis kebun karet bukan hal yang mudah


Dengan kondisi yang masih bekerja seperti saya, apalagi saat ini saya bekerja dan masih tinggal di Cibitung Bekasi adalah hal yang sangat sulit sekali. Walaupun saya di bantu oleh seorang teman saya, tapi tetap hasil dari proses penanaman tidak optimal. Hal ini terbukti ketika jumlah pohon yang saya targetkan pada musim penghujan tahun ini tidak seseuai dengan rencana.

Sangat minimnya pengetahuan saya terhadap jenis dan ciciri pohon karet juga menjadi salah satu kesulitan yang sangat serius dalam usaha perkebunan ini. Begitu besar resiko yang akan di alami oleh seorang pemula seperti saya, dimana resiko itu diantaranya adalah bibit yang di tanam tidak sesuai dengan jenis yang di katakan atau yang di sebutkan oleh si penanam (walaupun teman), kemudian resiko harga yang lebih mahal yang di karenakan kita tidak tau dimana sumber dari pada untuk mendapatkan bibit kita peroleh.

Lokasi kebun yang jauh dari kita, dan terlebih kita tidak ada yang kenal orang - orang di sana, itu juga sangat menyulitkan kita dalam mencari sumber daya manusia yang berkwalitas dan berdedikasi tinggi,  saya dalam hal ini hanya mengandalkan kemampuan dan keluangan waktu teman saya untuk mencari sumber daya manusia.

Kondisi kondisi yang saya ceritakan ini adalah kondisi yang tergolong kondisi yang sangat mendasar sehingga ada kondisi atau hal-hal lain yang juga merupakan kendala, yang mungkin dalam tulisan saya yang berikutnya akan saya utarakan.

Kedati demikian kita tidak boleh menganggap kesulitan kesulitan ini sebagai pematah usaha kita, dan kita harus tetap mencari celah untuk dapat mendaki tebing yang curam sekalipun, demikan juga dengan apa yang sedang saya alami. Dengan niat yang sungguh dan usaha yang keras tulus untuk menghadapi tantangan yang diharapkan akan membawa kehidupan kita yang ke lebih baik. Karena dari usaha kita tersebut ada beberapa efek domino yang positf seperti, Penghijauan kembali lahan tidur dan tandus (green world), memberikan pengahasilan kepada warga (pekerja), memperdayakan lahan menjadi sumber ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah lokasi dan yang tak kalah pentingnya adalah peningkatan sumber ekonomi kita.

Selasa, 26 Juni 2012

Pengalaman yang penuh kecemasan, ketika kita belum tahu apakah bibit yang kita tanam sesuai dengan keinginan kita